420 view

Pengawasan dan Kode Etik Hakim

1. Pengawasan dan Kode Etik Hakim


KEPUTUSAN BERSAMA KETUA
MAHKAMAH AGUNG RI DAN KETUA KOMISI YUDISIAL NOMOR : 047/KMA/SKB/IV/2009
DAN NOMOR : 02/SKB/P.KY/IV/2009  TANGGAL 8 APRIL 2009



 




 


Mahkamah Agung telah mengadakan kajian dengan memperhatikan masukan
dari Hakim di berbagai tingkatan lingkungan peradilan, kalangan praktisi
hukum, akademisi hukum, serta pihak-pihak lain dalam masyarakat untuk
menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini. Selain itu
memperhatikan hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama
kalidicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa IKAHI Tahun 1966 di Semarang,
dalam bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali dalam
Munas XIII IKAHI Tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya
ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung RI Tahun 2002 di
Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim
yang didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses
perbandingan terhadap prinsip-prinsip Internasional, maupun
peraturan-peraturan serupa yang ditetapkan di berbagai negara, antara
lain The Bangalore Principles of Yudicial Conduct. Selanjutnya Mahkamah
Agung menerbitkan pedoman perilaku Hakim melalui Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006,
tentang Pedoman Perilaku Hakim dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor : 215/KMA/SK/XII/2007 tanggal 19 Desember 2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim.


Demikian pula Komisi Yudisial RI telah melakukan pengkajian yang
mendalam dengan memperhatikanmasukan dari berbagai pihak melalui
kegiatan Konsultasi Publik yang diselenggarakan di 8 (delapan) kota yang
pesertanya terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum, akademisi hukum,
serta unsur-unsur masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.



Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi
pasal 32A jo pasal 81B Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung, maka disusunlah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang
merupakan pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman bagi
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi
Pengawasan internal maupun eksternal.


Pedoman Perilaku Hakim disusun berdasarkan 10 prinsip dan perilaku yang diharapkan:

  1. Berperilaku adil

  2. Berperilaku jujur

  3. Sikap yang arif dan bijaksana

  4. Bersikap mandiri

  5. Integritas tinggi

  6. Bertanggung jawab

  7. Menjunjung tinggi harga diri

  8. Berdisiplin tinggi

  9. Berprilaku rendah hati

  10. Bersikap profesional





 


1. Berprilaku Adil


Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang
menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang
sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling
mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi
kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh
karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang
peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan
benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.



2. Berprilaku Jujur



Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar
adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong
terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat
yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi
yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun
diluar persidangan.



3. Berprilaku Arif dan Bijaksana



Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma
yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma
keagamaan, kebiasan-kebiasan maupun kesusilaan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat
dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong
terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang
tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.



4. Berprilaku Mandiri



Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,
bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap
mandiri mendorong terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang
teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral
dan ketentuan hukum yang berlaku.



5. Berintegritas Tinggi



Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur
dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada
sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang
berlaku dalam melaksanakan tugas.

Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani
menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan
tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta
selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai
tujuan terbaik.



6. Bertanggungjawab



Bertanggungjawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya
segala sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki
keberanian untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan
tugasnya tersebut.



7. Menjunjung Tinggi Harga Diri



Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap
orang. Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan
mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga
terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
sebagai aparatur Peradilan.



8. Berdisiplin Tinggi



Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang
diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta
kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong
terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan tugas, ikhlas
dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya,
serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.



9. Berprilaku Rendah Hati



Rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh
dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah
hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk
terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan
sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur
dan ikhlas di dalam mengemban tugas.



10. Bersikap Profesional



Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad
untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang
didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan
luas. Sikap profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang
senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha
untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai
setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.



 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook